Rabu, 01 Maret 2017

Beberapa Fakta Kesehatan yang Diakibatkan Kabut Asap Sumatera dan Kalimantan


Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan dan Kalimantan masih terus terjadi. Paparan asap terus menerus pun memicu masyarakat terserang berbagai macam penyakit, salah satunya kanker paru dan berbagai penyakit pernapasan lainnya. Berikut serupedia akan mengulas Beberapa Fakta Kesehatan yang Diakibatkan Kabut Asap Sumatera dan Kalimantan yang dilansir dari berbagai media.


1. Karsinogen, Zat Paling Berbahaya dalam Kabut Asap yang Bisa Picu Kanker Paru-paru 

Dokter dari RSUP Persahabatan, dr Agus Dwisusanto mengungkapkan, bahwa asap mengandung dua zat berbahaya. Yaitu gas yang bersifat iritatif dan dapat menyebabkan sesak napas, serta partikulat debu yang bisa terhirup dan masuk ke saluran napas.

"Partikulat debu ini yang berbahaya karena bersifat karsinogen atau zat yang dapat menyebabkan kanker. Secara teoritis, paparan polusi asap yang terjadi terus-menerus selama bertahun-tahun memang akan bisa menyebabkan kanker paru dan saluran napas lainnya," papar Agus di Jakarta.

Berbeda dengan rokok, kanker paru akibat zat karsinogen akan terjadi jika terhirup setiap hari selama bertahun-tahun. 

Berdasarkan Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 80% wilayah Sumatera tertutup dengan asap.

"Jambi dan Pekanbaru merupakan wilayah yang paling parah karena hanya memiliki jarak pandang 500 meter," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho. 

2. Kabut Asap Ibarat Malaikat Pancabut Nyawa

Dokter spesialis paru dan pernapasan Riau, dr Munir Umar Sp.P, menjelaskan, bahaya sesungguhnya yang ditimbulkan oleh asap adalah kematian massal. Pasalnya, asap mengandung zat berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrit dioksida, hidrokarbon, dan banyak lagi, yang efeknya menganggu oksigen dalam tubuh.

"Seperti karbon monoksida itu merupakan zat berbentuk gas yang sangat berbahaya untuk tubuh manusia. Jika menghirup dalam waktu yang cukup lama, zat ini membuat daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh manusia melemah. Kemudian muncullah penyakit asma menjadi akut, infeksi saluran pernapasan akut. Jika ini terjadi yang dampaknya adalah kematian," terang dr Munir Umar saat ditemui Okezone di tempat praktiknya.

"Banyak kasus yang kita jumpai, penderita asma akut atau penderita penyakit paru mendadak pingsan kemudian meninggal mendadak. Ini karena zat dalam asap ini menyebabkan sirkulasi ogsigen dalam tubuh menurun. Karena kekurangan oksigen inilah yang menyebabkan kematian karena penderita sulit bernapas," tambah Munir.

Menurutnya, asap yang timbul akibat kebakaran hutan dan lahan juga mengandung zat berbentuk partikel yang berbahaya bagi kesehatan warga, seperti zat TSP, PM 10, PM 5. Jika seseorang terlalu sering menghirup zat-zat berbahaya itu, dapat terjangkit radang saluran pernapasan atau bronkitis.

"Untuk penderita asma, jika menghirup bisa kambuh lagi bahkan semakin berat dan bisa berdampak pada kematian. Kemudian bahaya yang paling mengerikan adalah mengakibatkan kanker paru. Jika sudah terkena kanker paru kesempatan untuk sembuh, kecil. Ini terjadi jika sudah terlalu banyak menghirup asap dalam rentang waktu lama," ucap dokter yang sudah 30 tahun mengabdi di RS Ibnu Sina Pekanbaru itu.

Untuk itu, dia mengimbau warga agar waspada dan berusaha untuk tidak keluar rumah selama asap masih menyelimuti Pekanbaru. Dia juga meminta warga untuk tidak menyepelekan dampak kabut asap, seperti ISPA, iritasi mata, diare, iritasi kulit.

"Bayangkan saja, jiwa menghirup asap rokok yang jumlahnya sedikit saja sudah berbahaya, apalagi menghirup asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan ini tentu bahayanya lebih besar. Penyakit seperti kanker paru, asma akut sangat bisa dialami banyak warga. Karena kita tahu warga Riau sudah menghirup polusi udara selama 18 tahun," ucapnya.

Untuk menghindari itu, Munir berharap warga benar-benar bisa mengurangi aktivitas di luar rumah jika terjadi kabut asap. Jika pun harus keluar pakailah masker yang benar-benar standar. "Masker yang standar adalah N95. Masker ini bisa bisa menyaring zat berbahaya asap. Jadi yang selama ini dipakai yang tipis-tipis yang sering dibagikan itu kurang baik. Karena tidak semua zat bisa tersaring," ucapnya.

3. Kabut Asap Berisiko Rusak Jaringan Pernapasan Secara Permanen

Dokter spesialis kesehatan paru-paru, M Yahya mengingatkan efek zat berbahaya yang terkandung dalam kabut asap akibat bisa berpengaruh pada jaringan pernapasan secara permanen.

“Efek yang ditimbulkan berpotensi menimbulkan kerusakan jaringan pernapasan, khususnya paru-paru secara permanen,” katanya.

Zat-zat yang terkandung di dalam asap yang terjadi akibat terbakarnya lahan hutan dan gambut sebenarnya juga sama dengan yang ada di kota besar yaitu yang terdiri dari karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida dan nitrogen dioksida.

“Selain itu ada juga yang berbentuk partikel seperti silika, oksida besi, alumina dan timbal. Semuanya itu berbahaya bagi kesehatan tubuh, khususnya saluran pernapasan,” lanjutnya.

Yahya menuturkan akan ada berbagai macam penyakit yang bisa ditimbulkan dari asap yang setiap hari dihirup oleh masyarakat, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) secara jangka pendek.

“Daya tahan tubuh menurun sehingga rentan penyakit seperti tuberculosis untuk jangka menengah hingga kanker paru-paru,” tuturnya.

Pengaruh yang bisa ditimbulkan, baru akan terlihat jelas dalam jangka waktu lima hingga sepuluh tahun mendatang tergantung daya tahan tubuh, gizi dan intensitas.
“Cepat lambatnya tergantung imunitas seseorang, asupan gizi yang berpengaruh pada daya tahannya serta intensitas keseringan seseorang menghirup udara tersebut,” ujar dia.

Untuk mengurangi efek yang ditimbulkan, masyarakat bisa melakukan penambahan air bersih pada masker yang digunakan hingga lembab untuk menangkap partikel besar hingga kecil, dan menggunakan jenis masker yang cukup tertutup dan mengurangi aktivitas di luar rumah.

“Tapi jika keadaan semakin parah harus ada upaya evakuasi khususnya anak, ibu hamil dan lansia,” ujar dia.

0 komentar:

Posting Komentar